Kunci Keharmonisan Keluarga Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauziyah

Kunci Keharmonisan Keluarga Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauziyah - Memiliki keluarga yang harmonis merupakan dambaan semua
orang. Namun, banyak orang yang berharap keluarganya harmonis tetapi belum
mengetahui bagaimana caranya. Hanya ingin keluarga harmonis tanpa melakukan
sesuatu akan sia-sia saja. Harapan akan tinggal harapan jika tak diupayakan.
Pada tulisan kali ini kita akan menyimak beberapa hal yang
akan meningkatkan keharmonisan keluarga. Nasehat ini datang dari penulis buku Shaidul Khaatir, Ibnu Qoyyim
al-Jauziyah. Tentu kita sudah sangat kenal namanya dan tahu betapa luas
ilmunya.
Beliau menyampaikan 3 hal dalam bukunya agar keluarga
senantiasa harmonis, di antaranya:
1# Memilih Pasangan yang Shaleh/ah
Ibnu Qoyyim menulis, “seyogianya orang yang cerdas itu memilih wanita yang shalehah, dari rumah tangga yang shaleh, yang biasa menghadapi kefakiran agar ia dapat melipat apa-apa yang diperolehnya itu banyak (read: berkah).” (hal: 557)
Tentu tidak hanya memilih wanita yang shalehah, wanita pun
berhak memilih laki-laki yang shaleh agar keimanan dan ketaqwaannya kepada
Allah SWT membawa cahaya cinta di dalam keluarga. Sehingga setiap masalah dan
musibah akan dihadapinya dengan tabah. Sementara kenikmatan dan kekayaan akan
menjadi kesyukuran.
Pasangan yang shaleh/ah juga akan mencegah seseorang berbuat
tak adil, kasar, dan akhlaq yang tak terpuji. Keduanya mengenal Allah SWT
begitu dekat. Keduanya mendekatkan diri kepada Alllah SWT sehingga Allah SWT
menjadi keluarganya terhindar dari keburukan.
Mari menjadi suami yang shaleh dan menjadi istri yang
shalehah agar keluarga menjadi berkah, penuh sakinah, banyak mawaddah serta
khusnul khatimah.
2# Saling Melengkapi, Bukan Mencaci
Masih dalam pandangan Ibnu Qoyyim, “di antara manusia ada
yang memandang enteng perkara-perkara ini, sehingga ia melihat istrinya dengan merendahkan,
dan suami pun balas merendahkan.” (hal: 558)
Setiap manusia pasti memiliki kekurangan. Tidak ada manusia
yang tidak memiliki kekurangan kecuali manusia-manusia pilihan Allah SWT yang
disucikan serta dimuliakan seperti Nabi dan Rasul. Oleh karenanya sebagai
manusia biasa yang tak lepas dari kekurangan seyogianya tidak perlu merendahkan
satu sama lain.
Seorang suami sebagai kepala keluarga hendaknya menutupi
kekurangan istri lalu melengkapinya. Suami yang lambat laun akan mengetahui
kekurangan istri akan membantu istri agar mengubah kekurangannya menjadi
kelebihan. Suami yang sukses akan berupaya memperbaiki kekurangan istri, bukan
sebaliknya, malah dicaci atau dihina. Suami harus sadar bahwa ia pun memiliki
kekurangan. Sehingga tidak perlu membenci, tetapi justru berupaya memperbaiki.
Seorang istri yang mengetahui kekurangan suami hendaknya
menutupi jua. Godaan istri untuk menceritakan kekurangan suami lebih besar
cobaannya. Di warung, perkumpulan dan di tempat-tempat berkumpulnya wanita akan
memicu bongkar aib keluarga. Namun, istri yang shalehah seyogianya menahan diri
untuk menutupi segala kekurangan suami maupun keluarga dengan tidak menceritakannya di hadapan orang lain.
Ada contoh dari Sayyidah ‘Aisyah radiyallahu ‘anhu tentang bagaimana ia menutupi apa yang Rasulullah
SAW lakukan. Ia mengatakan, “aku tidak
pernah melihatnya (kemaluan) Rasulullah SAW. Ia juga tidak pernah melihatnya
dariku. Dan pada suatu malam beliau bangun dalam keadaan telanjang. Maka aku tidak pernah melihat badannya
sebelumnya.” (hal: 557)
Dari kisah ini dapat diambil hikmah bahwa saling menutupi
aib itu penting. Dan apa yang dilakukan Sayyidah ‘Aisyah ra. adalah upaya untuk
tidak melihat kekurangan pasangan sehingga terhindar dari mencari-cari
kesalahan dan aib suaminya. Tentu ini pun bisa ditiru oleh suami untuk tidak fokus pada kekurangan istri, tetapi fokus pada kelebihan istri.
Hal ini akan menambah rasa cinta di antara keduanya. Kuncinya saling melihat pada kebaikan pasangan, bukan kekurangannya. Namun bila ada salah satu yang mempunyai kekurangan selain ditutupi juga diperbaiki. Lambat laun kekurangan itu akan hilang dengan sendirinya
3# Penuhi dengan Cinta
Masih dalam pandangan Ibnu Qoyyim, beliau menyampaikan, “kunci
hubungan suami istri adalah cinta.” Tentu
makna dari ini adalah cinta kepada Allah SWT, rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman. Dengan kecintaan kepada Allah SWT, maka akan mudah mencintai makhluk-Nya.
Pasangan yang saling mencintai karena Allah SWT akan
berupaya selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Sehingga timbul rasa cinta kepada
pasangan karena akibat dari
kecintaannya kepada Allah SWT. Ia akan sibuk mendekatkan diri dan pasangan
kepada-Nya; visi misi pernikahannya menuju surga; sisi kehidupannya ibadah; dan
segala kekurangan yang ada di dalam diri pasangan adalah ladang dakwah untuk
sama-sama saling memperbaiki. Bukan sebaliknya malah mencaci atau merendahkan.
***
Demikianlah tiga nasehat dari Ibnu Qoyyim al-Jauziyah dalam
bukunya berjudul Shaidul Khaatir
agar pernikahan tercipta keharmonisan keluarga. Semoga kita bisa mengamalkan 3
nasehat ini baik sekarang (yang sudah menikah) ataupun di masa depan (yang
belum menikah). Aamiin.
Hari ke #7 of #365 day