Ketika Hati Merindukan Al-Qur’an
"Allah telah mententramkan hati Umar bin Khatab setelah membaca Al-Qur’an."
Di suatu pelataran pasar Johar
–Semarang-, terlihatlah seorang bapak asal Demak bernama Haryo yang sedang
menjual buku-buku miliknya. Diantara barang dagangan yang beliau jual adalah
mushaf Al-Qur’an. Terjejer rapi tumpukan-tumpukan buku-buku dan beberapa mushaf
Al-Qur’an. Suasana pasar Johar saat itu sangat ramai sekali.
Dikutip oleh dream.co.id, tanggal 9 Mei 2015 pasar Johar mengalami kebarakan
besar. Si jago merah dalam sekejab melahap semua fasilitas yang ada di pasar
Johar. Puluhan kios-kios dan stand dagangan ludes terbakar. Haryo, tidak sempat
menyelamatkan barang dagangannya. Semua pedagang hanya bisa melihat dengan
deraian air mata. Begitupun dengan haryo yang tidak bisa menyelamatkan barang dagangannya.
Semua merasakan penderitaan yang amat dalam.
Beramai-ramai orang dan petugas
pemadam kebakaran datang untuk memadamkan si jago merah. Tepat setelah selesai
api padam, Haryo berusaha melihat barang dagangannya. Dia amat terkejut,
seperti dugaannya, barang dagangannya ikut terbakar. Namun, Allah subhanahu wa ta’ala menunjukan
kuasa-Nya. Semua mushaf yang ada sama sekali tidak terbakar, bahkan masih
bersampul dan baru. Padahal, buku-buku lain yang ia jual ikut terbakar.
Kejadian itu membuat Haryo heran,
takjub, sekaligus mengajarkan kita banyak hal. Terutama tentang Al-Qur’an. Dengan
kejadian itu, banyak pasang mata yang memohon ampunan, istigfar dan mengakui
dengan dalam akan kebesaran Allah beserta kitab-Nya.
Al-Qur’an Hari Ini
Tertata rapih bersama tumpukan buku
dan yang lainnya. Ia begitu kesepian. Tampak masih baru dan jarang sekali di
buka. Entahlah, mungkin pemiliknya sedang sibuk akan sesuatu. Ia
menunggu-nunggu pemiliknya. Mungkin sedang sibuk. Tetapi, ia melihat pemiliknya
sedang asyik duduk memegang sesuatu. Entahlah, ia melihat seperti benda kotak
yang bisa menyala, bisa di tekan-tekan, ada tombolnya dan banyak warnanya.
Setelah berapa lama, ia baru sadar bahwa yang sedang di pegangnya adalah
handphone.
Maaf, kalau saya terlalu
menyinggung. Tapi terkadang itu benar, banyak waktu yang kita habiskan untuk
membuka WA, BBM, Line, dan sebagainya. Sedangkan Al-Qur’an …. Oh … duhai …
hanya terlihat di tempat penyimpanan buku-buku saja. Jarang di baca. Setelah
dilihat-lihat, bentuknya pun masih rapih tanda jarang dibaca. Astagfirullah,
begitulah nasib Al-Qur’an hari ini, jarang sekali yang membacanya. Entah
kesibukan atau pekerjaan yang menyita waktu. Semuanya menjadi alasan untuk
tidak … maaf … mau membaca Al-Qur’an.
Berkaitan dengan hal ini, mari sejenak
kita menghayati sebuah hadist yang saya kutip dari kitab At-Tibyan karangan
Imam An-Nawawi rahimakumullah. Dalam
kitabnya pada juz awal, beliau menulis sebuah hadist yang datang dari Abi
Umamah radiyallahu ‘anhu.
“Aku mendengar,” kata Abi Umamah.
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Bacalah Al-Qur’an! Karena
sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafaat bagi para
pembacanya.’” H.R. Imam Muslim
Hadist yang direkam oleh Imam
An-Nawawi rahimakumullah dalam
kitabnya –At-Tibyan- sangat memotivasi kita untuk senantiasa membaca Al-Qur’an.
Tidak tanggung-tanggung, Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam mengatakan bahwa ia akan menjadi syafaat di hari kiamat
kelak. Maka, hari ini, seyogyanya kita tidak melupakannya, tidak menjadikan ia
menjadi pajangan semata.
Al-Quran hari ini, sungguh mulai
terlupakan. Berbeda dengan semangat para shahabat yang semangat membaca,
mempelajarinya bersama Rasulullah shalallhu
‘alaihi wassalam, lalu mengamalkan isinya. Mereka adalah generasi yang sangat
mencintai Al-Qur’an. Kita bisa baca sejarahnya Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu. Bagaimana perjuangan beliau saat dakwah Islam
krisis dan banyak ancaman di Mekkah tetapi beliau malah asyik melantunkan
Al-Qur’an. Tak ayal, beliau di pukuli, lalu bangun untuk membaca Al-Qur’an, di
pukuli lagi, dan teruslah seperti itu sampai sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq
menghentikan kekejaman kaum kafir Quraisy yang sedang memukuli Ibnu Mas’us radiyallahu ‘anhu.
Nah, mari kita tanyakan pada diri,
sudah berapa lembar halaman dari Al-Qur’an yang kita baca hari ini? Berapa
banyak hari-hari yang kita lewatkan tanpa membaca Al-Qur’an setiap harinya?
Akhirnya, Aku Merindukan Al-Qur’an
Hari-hari ia lewati dengan penuh
kebencian. Bagaimana mungkin, ia adalah seorang yang amat terkenal, di hormati
dan di segani. Lalu dengan sekejap mata, label itu pun mulai terkikis dengan
kedatangan orang baru. Banyak orang yang mulai berpaling darinya dan memilih
untuk mendekati orang itu. Maka, ia pun semakin kesal dan benci. Bagaimana
mungkin ini harus di biarkan?
Orang itu adalah Umar bin Khatab radiyallahu ‘anhu, ia lelaki yang penuh
kebencian, terutama kepada Islam. Ia sudah mulai merasakan ada pergantian
kiblat pengaruh di Mekkah. Ia pun iri, benci lalu mendarah daging kebenciannya.
Saat itu ia ambil pedangnya, tidak
lain dan tidak bukan adalah untuk membunuh Nabi umat Islam, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam. Dan ia
sudah membulatkan tekad dalam-dalam. Pembunuhan inipun ia segerakan.
Namun, di pertengahan jalan ia
bertemu dengan sahabat, ditanyakan hendak apa. Membunuh Muhammad jawab Umar.
Sontak ini membuat kaget sahabat.
“Hai Umar, jika engkau ingin
membunuh Muhammad, datangilah adikmu, ia telah masuk Islam.”
Umar kaget bukan main, ia belokan
langkah kudanya ke rumah adik kandungnya. Ketika sampai di depan pintu rumah,
ia mendengar suara bacaan Al-Qur’an. Perkataan sahabat benar, adiknya telah
masuk Islam.
Umar mengetuk pintu rumah, memaksa
masuk lalu mencari tahu asal suara itu. Adik Umar pun menyembunyikan tulisan
Al-Qur’an yang ia baca. Keributan pun terjadi. Umar memaksa adiknya menyerahkan
Al-Qur’an yang ia baca. Karena kesal, ia tidak sengaja menampar adiknya. Dan
darahpun mengalir.
Umar terdiam. Ia meminta maaf
kepada adiknya. Tetapi Umar tetap ingin melihat teks Al-Qur’an. Suasanapun
menjadi tenang. Umar membaca surat Thaaha 1-10. Dan terjadilah gejolak dahsyat
dalam diri Umar. Umar sadar, bahwa teks ini bukanlah syair ataupun semacamnya,
tetapi ini benar-benar berasal dari Allah. Ia pun memutuskan untuk menemui Nabi
Muhammad. Ia memutuskan untuk masuk Islam.
Maafkan … cerita ini banyak yang
saya singkat, tapi semoga kita tidak kehilangan maknanya. Aamiin. Nah,
begitulah efek dahsyat Al-Qur’an bagi kehidupan kita. Allah telah mententramkan
hati Umar bin Khatab setelah membaca Al-Qur’an. Efek dahsyat itu ia rasakan
setelah membaca Al-Qur’an. Dan kita bisa liat dan membaca, bahwa sejarah
mencatat bahwa Umar bin Khatab adalah pejuang kalimat Allah yang fenomenal dan
semakin mencintai Al-Qur’an.
Tidak hanya sebagai pedoman, tetapi
Al-Qur’an banyak sekali keutamaannya. Salah satunya adalah refleksi keimanan.
Ketika membaca Al-Qur’an dengan tartil, hati menjadi lebih tenang, damai dan
nyaman sebab membaca Al-Qur’an. Inilah mukjizat Al-Qur’an.
Allah pun telah membuka pintu hati
orang-orang beriman dengan Al-Qur’an. Ia menjadi rahmat, obat dan oase baru
bagi kaum muslimin. Menjadi penduan hidup, menjadi pegangan hidup dan menjadi
kitab suci yang dijaga kemurniannya sampai saat ini.
Al-Qur’an adalah karunia terbaik
yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Al-Qur’an merupakan cahaya di malam yang
gelap. Penyejuk di kala hati penuh kegersangan sahara. Dan pelipur saat kita
sedang megalami kesedihan. Al-Qur’an pun menjadi obat, rammat bagi seluruh
alam.
“Dan Kami
turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim
selain kerugian.” (Q.S. Al-Isra : 82)
Maka, mari
kita senantiasa memperbaiki kecintaan kita kepada Al-Qur’an. Yaitu dengan
selalu mempelajari cara membacanya, seperti masalah tajwid, makhraj dan
tahsinnya. Lalu, berusaha sebaik mungkin untuk istiqomah dalam membaca
Al-Qur’an. Dengan begitu, insyaAllah Al-Qur’an akan menjadi teman kita di dunia
dan diakhirat. Serta menjadi syafaat bagi kita semua di yaumil akhir kelak.
Sebagai
penutup, ingin sekali saya sampaikan bahwa saudaramu ini pun sedang berusaha
memperbaiki kecintaannya kepada Al-Qur’an. Semoga kita semua saling mendoakan
agar kelak menjadi ahlul Qur’an di yaumil akhir kelak. Aamiin.
***