Kakek Tua & Seorang Raja
Di sebuah perkampungan ada seorang kakek tua yang
biasa setiap harinya menyebrangi jalan untuk melakukan aktifitasnya.
Perkampungan itu amat damai dan tentram. Namun, disisi lain kampung sebelah
terdapatlah kerajaan yang amat lalim dengan rakyatnya. Raja tidak akan
segan-segan untuk menyiksa siapa saja yang membangkang dengan perintahnya.
Di kampung itu tidak ada yang berani menentang semua
perintah sang raja. Hanya saja, seorang kakek tua yang berani tegas dengan sikap
sang raja.
Kisahnya begitu indah.
Suatu hari sang kakek sedang menyebrang jalan yang
biasa ia lalui untuk menanam padi disawah. Tiba-tiba datang seorang prajurit
yang membentak-bentak sang kakek.
“Kakek tua, pergilah dari jalan ini !” bentak
prajurit.
“Memangnya kenapa? Bukahkah ini jalan umum? Kamu
bisa melewati sebagian jalan yang lainnya.” Jawab kakek tenang.
“Apakah kakek tidak mengenal saya? Saya adalah
prajurit kampung sebelah. Sebentar lagi raja kami akan melewati jalan ini. Jadi
kami harap kakek segera pergi dari tempat ini !” bentak prajurit lainnya.
“Tidak mau.” Tegas kakek.
“Hey kakek tua !” Bentak prajurit lainnya, “Jangan
membuat kami naik darah. Atau memang sengaja kakek mencoba memancing amarah
kami.”
“Memang apa yang salah pada diri saya, ini jalan
umum. Semua orang berhak melewati jalan ini tanpa terkecuali. Apakah yang
membedakan antara rajamu dan saya? Bukankah rajamu itu adalah manusia seperti
saya?”
“Jangan kurang ajar kek!” bentak prajurit. “Atau
saya laporkan kepada baginda.”
“Silahkan saja.” Jawab kakek tenang tanpa ada rasa
sedikitpun rasa takut yang ada di hatinya.
Setelah berlalu begitu lama, rajapun datang. Sang
kakek sengaja menunggu sang raja di dijalan tadi.
“Ini orang yang berani kurang ajar denganku?” Tanya
sang Raja kepada prajurit.
“Betul baginda. Kita singkirkan kakek tua itu saja
sekarang baginda.” Usul prajurit.
Sang raja berfikir sejenak. Lalu mengisyaratkan
semua prajuritnya untuk memberi hormat kepada raja. Semua prajurit memberi
hormat kepada raja, kecuali sang kakek seorang.
Ternyata sang kakek terkenal ‘alim di kampungnya. Ia
sangat shaleh dan bijaksana dalam menghadapi sesuatu. Ia tidak pernah takut
kecuali kepada Allah saja.
“Wahai kakek tua, mengapa engkau tidak mau memberi
hormat kepadaku? Apa kakek tidak mengenal siapa aku?” Tanya sang raja geram.
“Ya, aku mengenalmu. Kamu adalah raja di kampung
sebelah yang amat lalim kepada rakyatnya. Menyiksa siapa saja yang engkau
kehendaki. Jauh dari Allah. Jadi untuk apa saya harus memberi hormat kepadamu?”
jawab sang kakek.
“Kurang ajar kakek ini. Prajurit cepat tangkap kakek
itu ! kita siksa dia.” Bentak sang raja.
Sejurus kemudian prajurit berusaha menangkap sang
kakek. Namun, sebelum prajurit mengikatnya sang kakek berbicara lantang.
“Wahai raja lalim !” Tegas sang kakek. “Prajuritmu
boleh menangkapku, tetapi bisakah engkau menjawab pertanyaanku?” Tanya sang
kakek.
“Tunggu prajurit ! biarkan kakek tua ini mengajukan
pertanyaannya. Aku ingin mendengar, pertanyaan macam apa yang diajukan kakek
tua kurang ajar ini.” Ujar sang raja.
“Baiklah. Pertama, dengan apa engkau di ciptakan?
Yang kedua adalah apa yang selalu engkau bawa kemanapun engkau pergi? Ketiga,
dengan apa engkau hidup? Jawablah tiga pertanyaan itu. Jika benar, maka engkau
boleh membawaku dan menyiksaku.
Sang raja terdiam sejenak. Ia segera berdiskusi
dengan semua prajuritnya untuk menjawab tiga pertanyaan sang kakek. Setelah
disepakati jawaban yang dipilih sang raja dengan nada sombong sang raja
menjawab, “Pertanyaan pertama, yaitu dengan melalui ibu dan bapakku. Kedua, aku
selalu membawa emas, perak dan prajurit-prajuritku. Yang ketiga, aku hidup
karena kekuatanku.” Jawab raja sombong.
“Bagaimana dengan jawabanku?” Tanya sang raja.
“Salah,” ucap sang kakek. Sang raja terkejut.
“Pertanyaan pertama, bukankah semua manusia
diciptakan dari setetes mani yang keruh dan busuk baunya? Kedua, bukankah engkau
selalu membawa kotoran yang ada di dalam perutmu setiap saat. Mana mungkin
engkau membawa emas, perak, dan prajurit ke tempat-tempat rahasia. Kemudia
ketiga, yaitu dengan segala karunia Allah.” Lanjut sang kakek.
Mendengar jawaban sang kakek, sang raja terdiam
membisu. Hatinya membenarkan apa yang diucapkan sang kakek. Perlahan, cahaya
hidayah memasuki hari sang raja.
“Kakek ini benar. Prajurit, lepaskan kakek ini dan
beri dia hadiah.” Ucap sang raja.
“Aku tidak butuh hadiah-hadiahmu.” Tegas sang kakek.
“Mengapa engkau tidak mau menerimanya?” Tanya raja
heran.
“Aku hanya mengharap keridhoan Allah semata. Bukan
dari manusia.”
Mendengar jawaban sang kakek, sang raja tersentuh
hatinya dan bertobat kepada Allah. Setelah kejadian itu, sang raja jadi amat
bijaksana dan murah hati. Sang raja tidak semena-mena lagi kepada rakyatnya. Ia
sadar, ia hanyalah manusia biasa yang tidak patut untuk sombong dan
membanggakan diri.
***