Mari kita renungi nasihat klasik ini, “Barang siapa
yang melihat perkara akhir dari berbagai perkara itu sejak awal dengan mata
hatinya niscaya ia akan mendapatkan kebaikan dan selamat dari keburukan. Barang
siapa yang tidak melihat akibat dari sebuah perkara maka ia akan dikalahkan
oleh perasaan, bahkan akan ditimba sesuatu yang menyakitkan,” begitu tulis Ibnu
Qoyyim al-Jauziyah dalam Shaidul Khatirnya.
Tidak banyak orang yang ingat dengan akhir dari
sebuah perkara yang berujung pada penyesalan. Betapa banyak yang lupa pada
akhir dari kehidupan sehingga yang dikerjar hanyalah dunia semata. Betapa
banyak yang lupa pada kematian hingga tanpa disadari kematian tinggal sejengkal
dari hidupnya.
Jujurlah, lebih banyak mana yang kita ingat,
kematian atau tujuan-tujuan dunia? Mungkin
tujuan dunia yang lebih menguras pikiran untuk selalu diingat. Kesibukan
dunialah yang paling menguras energi dan waktu. Sedangkan untuk akhirat hanya
diperintahkan dalam waktu yang tidak lama.
Seandainya Allah subhanahu
wata’ala memberitakan kapan waktu kematian itu tiba dijamin kita akan
menunda-nunda ibadah jika belum waktu kematiannya dan sibuk beribadah ketika
mulai dekat waktu kematiannya. Beruntung kematian itu dirahasiakan, ini akan
memacu kita untuk terus mempersiapkan ketimbang menyepelekannya.
Dunia ini hanyalah tempat singgah. Kita adalah
musafir yang ngontrak di bumi Allah
ini. Hidup kita hanya sebentar saja. Sedangkan negeri akhirat adalah tempat
kembali yang abadi. Sama halnya dengan orang yang berjalan kaki di gurun pasir
untuk menuju suatu tempat, lalu singgah untuk meneduh di sebuah pohon dan
setelah beristirahat ia kembali melanjutkan perjalanan. Nah, perumpamaan pohon
adalah dunia sebagai tempat singgah, hanya numpang dan kelak akan melanjutkan
perjalanan kembali.
Sayangnya, banyak dari kita yang terlena oleh dunia
dan lupa akan akhirat (tujuan akhir). Seolah-olah kematian sudah tak diingat
lagi. Banyak yang habis-habisan mengejar cita-cita hanya untuk kesenangan
duniawi tapi lupa dengan ukhrawi. Ada yang berambisi jadi PNS untuk mengkayakan
diri dan melupakan hak-hak rakyat. Ada yang berambisi jadi dokter namun tak mau
mengobati orang miskin. Ada yang sibuk bekerja tapi lupa sedekah. Ada yang
sibuk berbisnis tapi tak mau mengeluarkan hak-hak orang lain dalam rezekinya.
Hitunglah, ibadah shalat paling cepat dilakukan lima
menit dan paling lama dua puluh menit dari tiap waktunya. Sedangkan jeda untuk
urusan dunia sangat panjang. Namun masih banyak yang meninggalkan shalat karena
mengejar kesibukan-kesibukan dunia. Sedekah pun demikian. Ibadah ini sangat
ringat tapi paling berat dilaksanakan. Kita terlalu takut jatuh miskin dengan
sedekah. Kita terlalu larut dalam ketakutan-ketakutan yang tidak bedasarkan
keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Kita takut harta yang usahakan akan habis dan tidak ada gantinya. Mengeluarkan
uang untuk membantu orang lain terasa berat dan hanya memikirkan diri sendiri
saja.
Hati-hati, kelak kita akan menyesal…
“Itulah hari
yang pasti terjadi. Maka, barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh
jalan kembali kepada Tuhannya.”
(QS. An-Naba : 39)
Saudaraku, orang yang cerdas akan lebih memilih
dekat dengan Tuhannya dalam segala aktifitasnya. Jika ia menjadi pegawai
pemerintahan, ia akan jujur dan amanah. Jika ia menjadi dokter ia akan
mengasihani. Jika ia menjadi guru, ia akan tulus berbagi dan jika ia bekerja
atau berbisnis ia rajin berbagi.
Kesadaran tentang hidup yang sementara lah yang akan
melahirkan ketaqwaan. Ia akan giat dalam menjalankan aktifitas dunia
semata-semata untuk mengharapkan keridhoan Allah subhanahu wata’ala, selagi masih ada kesempatan sebelum neraka
Jahannam mengintai dan menjadi tempat kembalinya. Demikianlah Sayyid Qutbh
menambahkan dalam tafsir fi Zhilalil
Quran ketika sampai pada surat an-Naba ayat 39 ini.
Jangan sampai di akhir hidup kita penuh penyesalan.
Jangan menunggu hingga tua baru beribadah kepada-Nya. Selagi masih muda dan ada
kesempatan, manfaatkanlah untuk memperbanyak ibadah dan menyiapkan bekal untuk
kematian. Sebab kematian tidak pernah memilih anak, remaja, muda maupun tua.
Jika memang sudah saatnya, akhirnya ia pun akan mengalami kematian bagaimanapun
cara dan kapanpun waktunya.
Mari kita sama-sama menyiapkan bekal untuk akhirat
dengan cara melakukan setiap aktifitas semata-mata mencari keridhoan-Nya,
memperbanyak ibadah dan mewariskan amal-amal yang dapat membantu kita menuju
kebahagiaan sejati di dalam surga-Nya. Jangan sampai kita menyesal pada
akhirnya. Karena saat itu, penyesalan tak lagi berguna
***
Advertisement