Resensi Novel dan Tokoh: Keterpaksaan yang Berbuah Manis
Jika ada dua pilihan hidup antara perjuangan dan
berdiam saja, mana yang akan menjadi pilihan kita?
Ketika membaca tulisan ini, memilih perjuangan
adalah pilihan yang paling banyak diambil. Naluri perubahan untuk menjadi baik
itu sangat alamiah. Mendasar. Sama halnya dengan sikap kita ketika menghadapi
berbagai musim, jika panas kita akan memakai pakaian tipis, jika dingin kita
akan memakai pakaian tebal. Sikap tersebut sangat alamiah, bukan?
Dari kealamiahan tersebut, sejujurnya ada hal yang
mendorong kita dengan sangat kuat, yakni keterpaksaan untuk berubah lebih baik.
Misalnya jika di musim dingin, kita memakai pakaian tebal dan tertutup karena
terpaksa menggunakannya, jika tidak tubuh kita akan merasa kedinginan. Pun
dengan musim panas, memakai pakaian tebal hanya akan menyebabkan dehidrasi
tinggi dan keringat yang belebihan.
Perumpamaan itulah yang saya alami sejak duduk di
bangku sekolah. Jujur, sebelumnya saya tidak menyukai kegiatan membaca. Apalagi
buku-buku tebal. Membosankan dan bikin ngantuk. Daripada dipaksa tapi ilmunya
tidak nyangkut-nyangkut, akhirnya saya memutuskan untuk enggan membaca. Al
hasil, ilmu yang saya miliki hanya sebatas itu saja. Tidak berkembang.
Ketika sampai di kelas 12 dan mendekati ujian
nasional, guru Bahasa Indonesia kami, Bu Memi namanya, meminta siswa untuk
menyumbangkan satu buku sebagai syarat untuk lulus dari ujian nasional. Saya
yang waktu itu malas membaca, terpaksa
mencari satu buku untuk disumbangkan ke sekolah. Parahnya lagi, Bu Memi membuat
list daftar nama penulis yang karyanya harus dicari oleh siswa. Sayangnya saya
tidak terlalu ingat semua daftar nama-nama itu. Hanya dua nama yang saya ingat,
Habiburahman el-Shirazy dan Andrea Hirata.
Agar bisa lulus dengan baik, saya mencari-cari karya
dari nama-nama yang dilist tersebut ke toko buku dan bertanya kepada
teman-teman apabila ada yang mempunyai karyanya. Al-hamdulillah, salah satu
teman di lain jurusan punya kakak yang memiliki salah satu buku dari karya salah
satu dari dua nama di list oleh Bu Memi. Daripada susah-susah mencari, saya
memutuskan membeli buku dari teman itu. Transaksi beli buku pun bermula. Saya
ingat, itulah pertama kali saya membeli buku sungguhan, diluar LKS sekolah ya.
Ada rasa berbeda ketika saya membeli buku karya Habiburahman itu.
Judulnya Ketika
Cinta Bertasbih (KCB) 1. Bisa dibilang ini adalah buku pertama yang saya beli
sekaligus membawa perubahan drastis dalam sikap dan mental saya. Ceritanya
sebelum novel KCB ini saya serahkan ke Bu Memi, saya iseng membuka halaman demi
halaman. Ternyata membacanya enak sekali, nggak bikin bosan, dan saya terhanyut
dalam bacaan itu. Sampai pertengahan bab, ketika Azzam, tokoh utama dalam novel
ini, menerima surat dari adiknya dari Indonesia, saya bercucuran air mata.
Siapa gerangan yang tidak tersentuh dengan
perjuangan seorang kakak membiayai 3 adiknya untuk melanjutkan pendidikan
ketika ayahnya telah tiada?
Itulah yang membuat saya terus membaca dan membaca
sampai halaman terakhir. Tak terhitung berapa air mata yang tumpah karena
sangat menyentuhnya novel ini bagi jiwa saya. Sejak itu, inilah titik perubahan
dalam hidup saya. Saya berazzam untuk
bisa seperti Azzam. Menjadi seorang kakak yang membiayai adiknya, bercita-cita
tinggi dalam pendidikan dan terus berupaya melakukan perbaikan di dalam jiwa.
Novel ini termasuk kategori novel yang tebal dalam
pandangan saya ketika itu, tapi ini merupakan sejarah baru karena bisa mengkhatamkan jenis buku tebal. Selesai
membaca, saya sumbangkan novel itu ke Bu Memi. Setelah disumbangkan, saya pergi
ke toko buku untuk mencari-cari lanjutan dari novel KCB ini dan terus
mengkhatamkannya. Bahkan rekor bagi saya waktu itu, novel KCB 2 khatam dalam
waktu dua hari. Ini prestasi yang luar biasa bagi saya. Betapa menyenangkan
sekali membaca karya-karya yang bagus ini.

Sisi religius dalam karyanya, mampu mendobrak
inovasi baru sastra Islam Indonesia. Bisa dibilang beliau adalah penerus Buya
Hamka, begitu pujian dari pembaca karyanya. Dan benar, karyanya bukan hanya
best seller, tapi mega best seller.
Penting menurut
saya agar pembaca membaca karya-karya Habiburahman el-Shirazy. Kenapa? Karena
karyanya tidak hanya memuat sisi religius tatapi juga berhasil mengubah jiwa seseorang
menjadi lebih baik. Sesuai dengan tagline
novelnya, “Sebuah Novel Pembangun Jiwa”. Alur ceritanya, tokohnya, karakter
tokohnya mampu membuat pembaca tersentuh sekaligus terdorong untuk lagi dan
lagi dalam membaca karyanya. Jika pembaca seorang penulis, novel ini layak menjadi
bacaan yang bisa dipelajari untuk melatih skill dan tahu bagaimana mengemas
cerita.

Novel ini diterbitkan oleh penerbit Republika dan hampir
kebanyakan novel-novel karya Kang Abik (Sapaan akrab Habiburahman el Shirazy)
diterbitkan oleh Republika.