3 Sikap Agar Kamu Sukses Nikah Muda
![]() |
Sumber Fofo : annida-online.com |
Saya menikah
dengan istri pada saat usia menginjak 21 tahun. Banyak orang yang mengatakan
saya terlalu cepat memutuskan menikah. Banyak pula yang melarang saya untuk nikah
muda. Bahkan ada yang menakut-nakuti dengan segudang permasalahan rumah tangga.
Itu bahasa halusnya. Kalau diterjemahkan ke bahasa kasarnya, “emang sudah bisa
menikah?”. Kira-kira seperti itu.
Saya tidak
memungkiri dengan adanya masalah di dalam rumah tangga. Pasti ada saja, bukan?
Namun sebagaimanapun masalah di dalam rumah tangga, bukan berarti kita lantas
memutuskan untuk tidak menikah. Istilahnya, “kabur sebelum perang”. Saya sangat
mempercayai hal itu, masalah pasti datang, siap-siap saja dengan kedatangannya.
Tapi bukan berarti dengan nasehat-nasehat tentang rumitnya berumah tangga,
lantas kita takut dan tidak ingin menikah.
Saya
meyakini kalau masalah datang pasti karena ada sebabnya. Setelah saya
menelusuri sebabnya, ternyata masalah dalam rumah tangga justru karena
kurangnya ILMU soal CINTA dan RUMAH TANGGA. Hal yang saya pikirkan adalah bukan
malah menjauhi pernikahan itu sendiri, justru saya berusaha mempelajari
ilmu-ilmu tentang CINTA dan RUMAH TANGGA.
Saya sama sekali tidak khawatir jika memang masalah akan menimpa rumah
tangga yang kami bangun, sebab saya percaya, datangnya masalah sebab Allah swt
sedang mengajak bermesraan dengan hamba-Nya.
![]() |
Sumber Foto : Anonim |
Takut
terhadap masalah rumah tangga bukan sesuatu yang tidak bisa diselesaikan. Jika
ada satu masalah, pasti ada sepuluh jalan keluar. Jika ada sepuluh masalah,
pasti ada seratus jalan keluar. Jika ada seratus masalah, pasti ada seribu
jalan keluar. Begitu seterusnya.
Ibadah
pernikahan bukan hendak menyusahkan hamba-Nya. Bahkan menikah adalah sunnah
Rasulullah saw. Jika Rasulullah saw saja mensunnahkan pemuda untuk menikah,
maka sangat besar keuntungan dan keberkahan di dalamnya. Berkah dalam hidup
berumah tangga bahkan berkah dalam finansial. Bahkan, kalaupun tidak mampu
dalam hal finansial Allah akan memampukannya. Itulah janji dari-Nya.
Jadi,
siapkah kita untuk menikah?
1#Mengukur Parameter Kesiapan Nikah Muda
![]() |
Sumber : achiisurachii.wordpress.com |
Saya
seringkali mendapatkan jawaban kenapa banyak yang menunda menikah dengan alasan
yang sama. Alasan tersebut berbicara soal kesiapan untuk menikah. Banyak yang
menunda pernikahan karena alasan belum “siap” baik dari segi ilmu, mental
maupun finansial.
Kalaupun
saya sudah menikah di usia yang terbilang sangat muda, apa dengan begitu kita
mengambil kesimpulan kalau saya sudah siap secara ilmu, mental maupun
finansial? Jawabannya TIDAK. Mari kita bahas bersama.
Pertama
siap secara ilmu cinta dan rumah tangga. Tidak ada yang menjamin saya sudah mumpuni
dalam ilmu cinta dan rumah tangga. Bahkan saya termasuk orang yang masih bodoh
dalam bidang itu. Buktinya, sampai saat ini saya masih belajar tentang ilmu
cinta dan rumah tangga. Saya katakan sejujurnya seandainya menikah diukur
dengan kesiapan ilmu cinta dan rumah tangga, sampai saat ini mungkin saya tidak
akan menikah. Toh saya sama sekali tidak begitu paham dengan ilmu cinta dan
rumah tangga. Siapa yang menjamin kita mengusai ilmu tersebut?
Ilmu cinta
dan ilmu rumah tangga sangatlah rumit dan harus dipelajari seumur hidup. Maka
disini saya hanya berusaha belajar. Meski saya sangat belum siap dalam ilmu
tersebut, tetapi saya mau belajar langsung sambil praktek di dalam rumah
tangga. Ada kesalahan? Wajar, namanya juga masih belajar.
Mengukur
kesiapan menikah dengan ilmu tidak akan ada habisnya. Sebab manusia diminta
untuk belajar dari lahir sampai liang lahat. Jadi, sama sekali bukan masalah
kesiapan ilmu cinta dan rumah tangga yang jadi masalah, akan tetapi, seberapa
besar kita mau berusaha untuk belajar ilmu cinta dan rumah tangga bersama-sama
dengan pasangan hidup kita.
Menurut
saya, kesiapan belajar bersama dengan pasangan soal ilmu cinta dan rumah tangga
adalah parameter kesiapan yang sudah terpenuhi. Sudah saatnya menikah. Hanya
yang tidak mau belajarlah yang menurut saya belum siap menikah, sebab dengan
berhenti belajar, itu akan menimbulkan kesombongan dan keangkuhan diri dalam
mengelola masalah. Yang saya khawatirkan, jika kita berhenti belajar justru
malah menimbulkan masalah dalam rumah tangga bukan malah menyelesaikan masalah.
Maka dari
itu, teruslah balajar ilmu cinta dan rumah tangga, maka disitulah letak
kesiapan menikah. Siaplah belajar bersama dengan pasanganmu. Sebab ilmu cinta
dan rumah tangga, tidak akan pernah cukup sekalipun kamu membaca buku-buku
pernikahan atau mendengarkan kajian pernikahan, tidak akan cukup, tapi untuk
menyempurnakannya hanya dengan menikah. Praktek!
Jadi, siap
ataupun tidak siap, niatkanlah pernikahan kita untuk belajar dan terus belajar.
Jangan berhenti belajar. Dengan belajar kita semakin hari akan semakin baik.
Soal belum mampunya ilmu kita, belajarlah sambil berupaya untuk menyegerakan
menikah. Sebab dengan menikah, sempurnalah agama kita dan belajar ilmu cinta
serta rumah tangga jadi semakin mengasyikan.
2#Menyikapi Masalah Finansial
![]() |
Sumber foto : firmankurniawan.com |
Hambatan
kedua bagi seseorang yang ingin menikah adalah masalah finansial. Tidak bisa
dipungkiri bahwa untuk berumah tangga finansial adalah hal penting yang harus
dibahas. Kita sangat manusiawi ketika membahas finansial. Toh untuk berkeluarga
kan butuh uang juga, bukan? Alias ujung-ujungnya duit.
Benar,
pernikahan membutuhkan finansial yang cukup. Cukup dalam kata artian cukup
untuk mahar, cukup untuk walimahan, cukup untuk keseharian dan cukup untuk
bekal kehidupan. Finansial menjadi tolak ukur penting bagi seorang laki-laki
dalam memutuskan untuk menikah.
Ada tipe
laki-laki yang mau menikah kalau ia rasa finansialnya sangat matematis untuk
berumah tangga. Alias, si laki-laki tersebut sudah berpenghasilan dalam
logikanya dan insyaAllah cukup sebagai bekal pernikahan. Atau ia sudah bekerja
di perusahaan yang sudah bergaji tiap bulannya. Dengan bekal itulah ia
memberanikan diri untuk menikah. Laki-laki tipe ini sangat bagus dan matematis.
Ia tidak ingin rumah tangganya kekurangan dalam hal finansial. Makanya ia
sangat mempersiapkannya.
Ada pula
tipe laki-laki nekat yang dalam benaknya sama sekali tidak matematis.
Bayangkan, tipe laki-laki yang kedua ini hanya mengandalkan keyakinan kepada Allah
dan dia nekat untuk menikah. Kita bisa lihat contoh saya pribadi, tidak perlu
jauh-jauh mencari contoh hehehe.
Saya
termasuk tipe laki-laki yang kedua. Nekat. Bahkan sangat nekat. Bayangkan saja,
saya belum lulus kuliah, belum punya pekerjaan tetap, serabutan, tapi berani
memutuskan menikah. Akhirnya saya menikah, dengan modal keyakinan besar kepada
Allah. Lah, terus gimana kelanjutannya? Alhamdulillah sampai sekarang saya
baik-baik saja dan tidak merasa kekurangan apapun. Laki-laki tipe seperti ini biasanya
akan mencari jalan alternative lainnya agar ia tetap berpenghasilan walaupun
tidak berpenghasilan tetap. Yang penting cukup.
Saya sangat
menyadari mengambil resiko ini amatlah berat. Apalagi saya sudah punya kewajiban
menafkahi istri dan keluarga. Sudah nekat, nambah beban lagi. Gila namanya.
Hahahaha.
Subhanallah,
justru yang saya rasakan sebaliknya. Dengan menikah, Allah bukakan pintu rezeki
yang tidak disangka-sangka dan tidak diduga-duga. Sesuai dengan janji Allah
swt. di dalam firman-Nya, saya mantap dan bismillah memutuskan untuk menikah.
Keadaan
seperti yang saya rasakan saat ini, tenyata ampuh memaksa saya untuk berusaha
mencari nafkah selama belum mempunyai penghasilan tetap. Minimal tetap berpenghasilan dan jangan
sampai nol sama sekali. Keadaaan seperti ini memaksa saya untuk buka-buka
bisnis baru, cari-cari kegiatan yang menghasilkan dan kegiatan-kegiatan yang
sekiranya bisa membantu mencukupi rumah tangga. Tentu saja tidak mudah, tapi
bisa dijalani kok. Mau bukti? Lihat saja saya hahaha.
Nah, dari
kedua jalan tersebut bisa kita ambil pelajaran, terutama untuk laki-laki, agar
ia harus segera mandiri sejak remaja. Para orang tuapun bisa berperan agar
anaknya saat remaja sudah bisa mandiri atau diajarkan mandiri. Jangan
dimanjakan. Sebab itu membahayakan mental dan kualitasnya di masa yang akan
datang.
Mandiri
disini secara finansial bisa berupaya mencari uang saku tanpa meminta kepada
orang tua dengan jalan yang baik. Orang tuapun sebaiknya mendukung agar anaknya
tumbuh mandiri. Sebab tak jaranga da orang tua yang melarang anaknya mandiri
dan malah dimanjakan. Lalu, jika sejak remaja sudah mandiri, insyaAllah ia akan
lebih cepat siap untuk menikah.
Finansial
bisa diupayakan dengan bekerja, berkarya dan berbisnis. Saya sadar betul kalau
finansial adalah bagian penting dalam pernikahan. Maka saya tidak akan memaksa kalian
untuk menikah dengan cara yang sama dengan saya, tapi siapkanlah finansial
semuda mungkin agar pernikahan masa muda bisa dijalani, baik dengan berbisnis,
bekerja atau berkarya.
Bekerjalah,
niscaya Allah swt akan melihat pekerjaanmu itu dan mencukupkannya untuk bekal
pernikahan. Jangan sampai, kita justru malas-malasan di usia muda. Sebab
menikah saat masih muda itu indah.
3#Menjemput Restu Keluarga
![]() |
Sumber foto : lukyhermanto.com |
Masalah
berikutnya adalah keluarga. Ada dua kejadian yang menurut saya seringkali
terjadi di kehidupan kita. Pertama, anak siap menikah tapi keluarga tidak
merestui. Kedua, keluarga menyuruh anaknya menikah tapi tidak mau. Sama-sama
berabe urusannya ini. hahaha.
Kenapa
tidak saya beri judul restu keluarga bukan restu orang tua. Eits, terkadang
yang bermasalah bukan hanya orang tua, bisa jadi kakak atau saudara tidak
merestui pernikahan kita. Ada juga kan kejadian seperti itu?
Sayangnya,
banyak anak yang sudah siap menikah tetapi ‘gagal’ menyakinkan keluarga bahwa
ia benar-benar siap menikah. Beberapa faktor penyebabnya adalah, pertama,
keluarga belum melihat anaknya mandiri, kedua, keluarga belum melihat
‘kesungguhan anaknya untuk menikah’, ketiga, jika anaknya masih dalam masa
study, keluarga tidak yakin anaknya bisa menyelesaikan studynya dengan baik,
keempat, belum bisa membahagiakan keluarga.
Solusinya
bagaimana?
Cara yang
terbaik untuk mendapatkan restu keluarga adalah menjawab kekhawatiran tersebut
dengan bukti nyata. Misalnya, jika keluarga tidak mengizinkanmu menikah karena
belum berpenghasilan, berpenghasilanlah! Jika keluarga tidak merestuimu menikah
karena takut gagal dalam study, berprestasilah! Jika keluarga tidak merestui
karena belum membahagiakan keluarga tanyakanlah kepada keluarga definisi
bahagia menurut keluarga seperti apa, jika sudah ketemu jawabannya, segeralah
jawab pertanyaan itu dengan bukti agar bertambah keyakinan keluarga.
Disinilah
banyak terjadi kegagalan pernikahan. Hambatannya sederhana, yaitu kurangnya
ikhtiar dari sang anak untuk meyakinkan keluarganya kalau ia siap menikah
dengan bukti yang nyata. Saya sering menemui kasus sang anak sudah siap menikah
dan sudah ada yang mengajaknya taaruf, namun keluarganya melarang ia menikah
sebelum beberapa hal terpenuhi semisal selesainya study, ilmu, mental dan
masalah finansial. Terkadang sang anak salah berkomunikasi dengan keluarganya.
Seharusnya, sang anak lebih dahulu meyakinkan keluarganya baru menyilahkan
orang lain taaruf dengannya. Namun itu yang jarang terjadi.
Saya sedih
mendengar cerita sahabat saya yang putus taarufnya karena tidak adanya restu
keluarga. Padahal sang anak sudah siap menikah. Salahkah keluarga? Tentu tidak.
Saya tidak menyatakan keluarga salah, justru komunikasi kitalah yang salah.
Keluarga tentu ingin yang terbaik untuk anaknya, bukan? Sebab menikah bukan
urusan yang main-main, seuumur hidup lho. Jadi keluarga sangat berperan dalam
masalah pernikahan.
Maka dari
itu, jika kau benar-benar siap menikah, buktikanlah bahwa kau memang siap.
Bahagiakanlah keluargamu sesuai dengan definisi kebahagiaan itu. Matangkanlah
finansialmu. Teruslah berikhtiar sebaik mungkin. Yakinkan keluarga bahwa janji
Allah swt itu pasti datangnya, pasti ketetapan-Nya, pasti hasilnya. Dengan
begitu, insyaAllah pernikahan yang kita harapkan akan dengan mudah berjalan
dengan baik, sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw.
Hal yang
paling penting, diskusilah kepada keluarga dengan cara yang terbaik. Sampaikan
maksud terbaik. Sampaikan alasan terbaik dan lakukanlah dengan cara yang
terbaik. Diskusilah tentang semua hal pernikahanmu. Diskusilah tentag calon
pasanganmu. Diskusikanlah semua hal pernikahan kepada keluargamu dengan cara
yang terbaik.
***
Demikianlah
tiga sikap agar sukses menikah muda kita kali ini. Mudah-mudahan tiga point
yang saya rasa urgent untuk disampaikan bisa dimaknai bersama-sama, terutama
bagi diri saya pribadi yang masih terus belajar ilmu cinta dan rumah tangga,
khususnya kepada kalian yang belum menikah. Semoga Allah pertemukan dengan
calon pasangannya, lalu dipemudah prosesnya hingga sampai ke pernikahan yang
berkah.
![]() |
Sumber foto : ads.id |
Barakallahu
lakuma wabaraka ‘alaik, wajama’a baina kuma fi khoir. Semoga Allah swt
memberkahi kepada kamu berdua dan memberkahi atasmu dan mengumpulkan kalian
berdua dalam kebaikan. Aamiin.