“Siapa dia?”
salah seorang bertanya kepadaku.
“Teman, dia
temanku ...” jawabku sembari tersenyum.
“Teman apa
teman? Bukan teman juga nggak apa-apa,”
Saat itu kau
pun tersenyum. Aku berusaha menjelaskan sebaik mungkin siapa dirimu. Siapa
dirimu di mataku. Dan mereka tetap tak percaya sembari tertawa.
Saat
dipertemuan komunitas aku tertegun ketika dia jadi datang. Tentu saja,
lagi-lagi hatiku berguncang. Aku putuskan untuk tidak ikut komunitas itu karena
ingin menjaga perasaanku (yang sebenarnya jatuh cinta padamu). Aku tak jadi ke
pertemuan komunitas itu.
Handphone
berdering. Sebuah sms masuk darimu.
“Lagi dimana?”
Bergetar
hatiku. “Dikampus, kamu sms saja orang yang sudah kumpul disana.”
“Aku nggak
kenal semuanya,”
Ah, tiba-tiba
rasa ibaku muncul begitu saja. gemiris pun datang seperti mengetahui isi hatiku.
Dengan hati yang penuh iba, aku mengendarai motor ditengah-tengah gerimis. Ada
rasa ingin membantunya. Setibanya disana (dengan pakaian yang cukup basah) kau
sudah duduk di tengah-tengah omunitas itu. Lega sudah hati ini. kau menatapku
dan aku menatapmu. Seketika aku tersenyum. Berharap waktu berjalan lama.
***
Atas nama
cinta, aku berdosa. Atas nama cinta, aku telah jatuh dalam nista. Atas nama
cinta, aku hanyalah manusia biasa yang penuh dengan salah dan khilaf. Begitulah
kisah pertemuan hingga akhirnya aku dan dia memutuskan untuk saling berpisah.
Memutuskan untuk saling menjaga, saling tak membiarkan cinta ternoda.
Semenjak itu,
tak ada lagi dalam hidupku bayanganmu. Namun seiiring dengan hilangnya dirimu
tak sedetik pun aku kehilangan namamu. Inilah awal sebuah pertemua dan
perpisahan. Siap merasakan jatuh cinta, maka harus siap mengembalikan cinta
kepada pemiliknya. Yakni Allah azza wajalla.
***
0 komentar:
Posting Komentar